Salah satu perubahan besar yang dilakukan oleh Undang-undang Pajak Penghasilan yang baru saja disetujui oleh rapat paripurna DPR adalah masalah Pajak Penghasilan Pasal 23. Kenapa saya sebut perubahan besar? Karena sistem pentarifan PPh Pasal 23 yang selama ini menggunakan perkiraan penghasilan neto (sehingga kemudian ada istilah tarif efektif) akan diganti dengan penerapan tarif langsung kepada penghasilan bruto. Berikut ini saya coba saya sarikan perubahan-perubahan pada PPh Pasal 23 yang akan berlaku pada tahun 2009 nanti.
Pemotong dan Yang Dipotong PPh Pasal 23
Dalam masalah pemotong pajak ini, nampaknya tidak ada perubahan berarti yaitu tetap badan pemerintah, Subjek Pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya. Wajib Pajak Orang Pribadi dapat ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak sebagai pemotong PPh Pasal 23. Ketentuan inipun tak mengalami perubahan.
Fihak yang dipotong PPh Pasal 23 pun tidak mengalami perubahan yaitu Wajib Pajak Dalam Negeri dan Bentuk Usaha Tetap (BUT). Namun demikian kita harus mengaitkan siapa yang dipotong ini dengan objeknya, apakah penghasilan yang diterima/diperolehnya tersebut objek pemotongan PPh Pasal 23 atau bukan.
Penghasilan Yang Dipotong PPh Pasal 23
Perubahan pada penghasilan sebagai objek pemotongan PPh Pasal 23 adalah dihapuskannya Pasal 23 ayat (1) huruf b yaitu pengenaan PPh Pasal 23 yang bersifat final sebesar 15% (lima belas persen) dari jumlah bruto atas bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi. Jenis penghasilan lainnya tetap yaitu, dividen, bunga royalti, hadiah dan penghargaan selain yang sudah dipotong PPh Pasal 21, sewa, imbalan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi dan jasa konsultan dan “jasa lain” selain yang telah dipotong PPh Pasal 21. Penentuan “jasa lain” dalam UU PPh yang baru diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan, sementara dalam ketentuan lama, penentuannya dilakukan oleh Keputusan Direktur Jenderal Pajak.
Jenis-jenis penghasilan yang dikecualikan sebagai objek pemotongan PPh Pasal 23, sebagaimana diatur dalam Pasal 23 ayat (4) adalah sebagai berikut :
penghasilan yang dibayar atau terutang kepada bank (tidak berubah)
sewa yang dibayarkan atau terutang sehubungan dengan sewa guna usaha dengan hak opsi (tidak berubah)
dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf f dan dividen yang diterima oleh orang pribadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2c) (ketentuan baru dalam frasa berwarna biru)
bunga obligasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf j (ketentuan ini dihapus sesuai dengan perubahan di Pasal 4 ayat (3) Undang-undang PPh)
bagian laba sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf i (tidak berubah)
sisa hasil usaha koperasi yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya (tidak berubah)
bunga simpanan yang tidak melebihi batas yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya (ketentuan ini dihapus sehingga pengenaan PPh nya kembali pada ketentuan Pasal 23 ayat (1) huruf a, atau akan dikenakan PPh Final tersendiri berdasar Pasal 4 ayat(2)?)
penghasilan yang dibayar atau terutang kepada badan usaha atas jasa keuangan yang berfungsi sebagai penyalur pinjaman dan/atau pembiayaan yang diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan (ketentuan ini sama sekali baru, nampaknya untuk memberikan keadilan antara bank dan lembaga keuangan yang kegiatan usahanya mirip dengan bank).
Tarif PPh Pasal 23
Dalam ketentuan lama, struktur tarif PPh Pasal 23 adalah sebagai berikut :
Tarif 15% x Penghasilan Bruto dan bersifat tidak final dikenakan terhadap penghasilan berupa dividen, bunga, royalti dan hadiah dan penghargaan selain yang sudah dipotong PPh Pasal 21.
Tarif 15% x Penghasilan Bruto dan bersifat final dikenakan kepada bunga simpanan yang dibayarkan koperasi yang jumlahnya melebihi Rp240.000,- sebulan.
15% (lima belas persen) dari perkiraan penghasilan neto atas sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta; dan imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21. Ketentuan mengenai jenis penghasilan dan besarnya perkiraan penghasilan neto diatur dalam Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-70/PJ/2007. Silahkan klik Daftar Tarif PPh Pasal 23 untuk mengetahuinya.
Dalam ketentuan baru Undang-undang Pajak Penghasilan, struktur tarifnya adalah sebagai berikut :
Tarif 15% x Penghasilan Bruto dan bersifat tidak final dikenakan terhadap penghasilan berupa dividen, bunga, royalti dan hadiah, penghargaan dan bonus selain yang sudah dipotong PPh Pasal 21.
Dihapus
sebesar 2% (dua persen) dari jumlah bruto atas:
sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta yang telah dikenai Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2); dan
imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21.
Dari paragraf di atas bisa kita simpulkan bahwa pada point 1 tidak mengalami perubahan berarti. Pada point 2, PPh Pasal 23 Final atas bunga simpanan koperasi dihapuskan. Ketentuan mengenai bunga koperasi nampaknya akan masuk pada point 1 di mana dikenakan PPh Pasal 23 tidak final sebesar 15% dari penghasilan bruto tanpa ada pembatasan jumlah bunga yang selama ini kita kenal.
Kalau kita cermati pada point 3, sebenarnya tak ada perubahan dari jenis penghasilannya. Yang berubah adalah tarifnya!. Selama ini PPh Pasal 23 ini dikenakan tarif 15% ini dari Perkiraan Penghasilan Neto. Besarnya perkiraan penghasilan neto ini ditetapkan oleh Keputusan/Peraturan Direktur Jenderal Pajak. Tahun 2009 nanti kita nampaknya harus mengucapkan selamat tinggal pada kata “perkiraan penghasilan neto” ini. Ya, mulai tahun 2009 nanti tarif PPh Pasal 23 hanya satu saja yaitu 2% dari penghasilan bruto. Lumayan kan, kita tak perlu lagi pusing dengan jenis-jenis jasa dan tarifnya yang banyak itu . Kita tinggal menunggu jenis “jasa lain” yang akan diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan yang selama ini penentuan jenis “jasa lain” ini menjadi hak Direktur Jenderal Pajak.
Tarif Lebih Tinggi Bagi Wajib Pajak Tak Ber-NPWP
Berdasarkan Pasal 23 ayat (1a) Undang-undang Pajak Penghasilan yang baru, Wajib Pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan yang merupakan objek pemotongan PPh Pasal 23 dan tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), maka besarnya tarif pemotongan PPh Pasal 23 adalah lebih tinggi 100% (seratus persen) daripada tarif PPh Pasal 23 umumnya. Saya menafsirkan ketentuan ini sebagai berikut. Jika bagi Wajib Pajak yang berNPWP dikenakan tarif 15%, maka bagi yang tidak berNWP akan dikenakan tarif 30%. Begitu juga jika Wajib Pajak berNPWP dikenakan tarif 2% maka bagi yang tidak berNWP menjadi 4%. Ada yang punya penafsiran lain? Silahkan.
Update 21 Januari 2009 :
Label: Pajak
0 komentar:
Posting Komentar